
Genre shonen telah lama didominasi oleh formula klasik: seorang remaja dengan mimpi besar, kekuatan tersembunyi, dan perjalanan panjang menuju kejayaan. Dari Naruto hingga My Hero Academia, kisah-kisah ini memiliki pola yang kita kenal dan cintai. Namun, Kaiju No. 8 datang sebagai pendobrak aturan—menggabungkan unsur tokusatsu, horor, dan drama dewasa dalam satu paket yang mengejutkan dan segar. Tapi, apakah benar serial ini pantas mendapatkan semua sorotan yang diterimanya?
Protagonis yang Melawan Arus: Kafka Hibino, Pahlawan di Usia 32

Hal pertama yang membedakan Kaiju No. 8 dari shonen mainstream adalah usia protagonisnya. Kafka Hibino bukanlah remaja yang baru menemukan kekuatan, melainkan pria berusia 32 tahun yang bekerja sebagai petugas kebersihan monster—pekerjaan yang jauh dari glamor. Mimpi lamanya menjadi anggota pasukan pembasmi kaiju telah lama terkubur, sampai sebuah insiden aneh membuatnya berubah menjadi kaiju itu sendiri.
Keunikan Kafka tak hanya terletak pada usianya, tapi juga pada sudut pandang yang ia bawa. Dia adalah representasi dari generasi dewasa yang masih menggenggam impian masa muda mereka. Dalam dunia shonen yang sering kali mengedepankan semangat muda dan optimisme, Kafka membawa narasi baru: tentang kegigihan, penyesalan, dan tekad yang tak pernah padam, bahkan saat dunia memaksamu menyerah.
Monsternya Nyata, Emosinya Pun Begitu

Kaiju No. 8 tidak hanya memanjakan mata dengan aksi brutal dan desain monster yang megah. Serial ini juga menampilkan dinamika karakter yang mendalam. Pertarungan dalam manga ini bukan sekadar duel kekuatan, tetapi juga pertempuran batin. Kafka harus berjuang melawan ketakutan akan dirinya sendiri, pertanyaan tentang identitas, serta tekanan dari masyarakat yang memburu monster tanpa ampun—termasuk dirinya.
Dengan visual yang intens dan narasi yang emosional, manga ini berhasil menyeimbangkan antara action dan drama. Studio Production I.G (untuk versi animenya) telah menunjukkan kualitas animasi tinggi yang menambah lapisan ketegangan dan energi dalam setiap adegan, membuat pengalaman menonton menjadi lebih mendalam.
Antara Hype dan Harapan: Apakah Ini Hanya Musim Lewat?
Tak dapat dipungkiri, popularitas Kaiju No. 8 meledak cepat. Banyak yang menobatkannya sebagai “shonen masa depan,” namun muncul pertanyaan: apakah hype ini akan bertahan?
Jawabannya bergantung pada beberapa faktor. Pertama, konsistensi cerita. Hingga kini, Kaiju No. 8 berhasil menjaga tempo plot yang cepat namun tidak terburu-buru, dengan misteri dan konflik yang terus berkembang. Kedua, pengembangan karakter sekunder yang menjanjikan, seperti Kikoru dan Hoshina, yang tidak hanya sebagai pendukung tetapi juga punya peran krusial dalam cerita. Ketiga, keberhasilan adaptasi anime—jika kualitas produksinya tetap stabil atau meningkat, maka pengaruh globalnya akan semakin kuat.
Namun tentu saja, dengan hype besar datang ekspektasi yang tinggi. Jika Kaiju No. 8 tidak mampu mempertahankan inovasi atau mulai mengandalkan formula lama, maka pesonanya bisa cepat pudar seperti banyak seri sebelumnya.
Monster Ini Pantas Diberi Perhatian
Kaiju No. 8 bukan sekadar shonen baru yang ikut-ikutan tren. Ia membawa sesuatu yang berbeda—baik dari segi tema, karakter, maupun penyajiannya. Serial ini menyuarakan harapan bagi mereka yang merasa “terlambat” dalam hidup, bahwa tidak ada kata menyerah untuk bermimpi. Dalam dunia yang penuh monster, Kafka Hibino menjadi simbol bahwa terkadang, pahlawan sejati adalah mereka yang terus maju meski dalam wujud yang ditakuti.
Jadi, apakah Kaiju No. 8 layak dengan semua hype-nya? Jawabannya adalah: ya—dan mungkin bahkan lebih dari itu. Jika terus melaju seperti sekarang, monster ini bukan hanya akan merobohkan kota, tapi juga mengguncang fondasi dunia shonen itu sendiri.
BACA JUGA : 10 Anime Terbaik untuk Ditonton Saat Butuh Semangat Hidup